Bina Diri Anak Tunadaksa


A.    Pengertian bina diri
Di dalam bahasa inggris terkenal istilah self care atau self helf yang artinya adalah menolong diri sendiri, yang diartikan ke dalam kamus bahasa Indonesia adalah “Bina Diri”.
Kemampuan dan kecakapan merawat diri atau bina diri ini tidak langsung diwariskan dari alam, melainkan harus dipelajari dalam diri pribadi. Kondisi anak tunadaksa mengalami kelainan dalam berbagai bentuk, baik kelayuan, kekakuan, kelainan motorik, tidak lengkap anggota tubuhnya, dan yang berpengaruh pada pertumbuhan fisik ataupun psikisnya. Mereka memiliki posisi tubuh atau sikap tubuh yang tidak atau kurang wajar, mereka juga sulit merawat diri tanpa bantuan orang lain.

Anak tunadaksa perlu dilatih agar memiliki kemampuan untuk membina dirinya sendiri. Kemampuan ini perlu terus dikembangkan sehingga dengan kemampuannya sendiri ia dapat memenuhi kebutuan fisik, psikis dan sosialnya, baik dilingkunagan keluarga, sekolah atau pun masyarakat.
Jadi, dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa bina diri adalah suatu usaha membimbing, melatih, atau membina kemampuan fisik dan psikis diri anak tunadaksa baik dengan alat ataupun tidak, agar ia dapat menolong dirinya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa bergantung pada orang lain.

B.     Tujuan dan fungsi bina diri pada fisik anak tunadaksa
1.    Tujuan
Kegiatan membina kemampuan fisik pada anak tunadaksa bertujuan untuk menormalisasi gerak dan sendi serta koordinasi otot-otot, menumbuhkan keseimbangan emosi dan kepercayaan akan kemampuan diri.


2.    Fungsi
Kegiatan untuk menormalisasikan gerak, sendi dan otot-otot bagi anak tundaksa mempunyai fungsi sebagai berikut, diantaranya :
a.    Mencegah kekakuan pada sendi-sendi dan memfungsikan sendi
b.    Melatih otot-otot untuk dapat bertambah kuat dan menjadi berfungsi.
c.    Memulihkan kondisi jasmani untuk dapat beraktivitas semaksimal mungkin.

C.     Macam pembinaan fisik anak tunadaksa
1.    Penguatan otot
Macam alat bantu yang data digunakan untuk melatih fungsi otot dan mendidik pertumbuhan otot :
a.    Alat penonggak/ kruk dipakai untuk berjalan. Alat ini dibuat dari kayu, besi, atau alumunium yang ukurannya disesuaikan dengan kebutuhan anak perorangan.
b.   Walking parallel bons dipakai untuk berlatih berjalan dan dapat diturun naikkan sesuai dengan kebutuhan.
c.    Stair case, dipakai untuk melatih berjalan naik turun tangga.
d.   Walker, dipakai untuk membantu berjalan, membantu fungsi semi mobilitas sebelum memakai kruk.
e.    Kursi roda
f.    Stand in table untuk melatih posisi berdiri dan melatih persiapan kegiatan apapun.
g.   Stall bars dipakai untuk melatih kekutan otot dan menggenggam, jongkok dan berdiri, serta koordinasi gerak.
h.   Pulley weight untuk melatih kekuatan otot baik tangan maupun kaki.

2.    Memperbaiki gerakan pada persendian
a.    Sendi bahu
Sendi ini mempunyai 4 kemungkinan gerak :
1)   Abduksi dan aduksi
Abduksi : gerak lengan dari panggul ke luar, lurus ke samping dan terus ke atas.
Aduksi : kebalikan gerak dari Abduksi.
2)   Flaksi dan ekstensi
Flaksi : gerak lengan dari belakang kebawah, lurus kedepan, terus ke atas.
Ekstensi : kebalikan dari gerakan Flaksi.
3)   Rotasi : memutarkan lengan ke luar dan ke dalam. Waktu berputar, ujung lengan menetap di satu tempat.
4)   Sirkumduksi : membuat lingkaran di samping badan dengan ujung lengan.
b.   Sendi siku
Sendi ini mempunyai 3 kemungkinan gerak :
1)   Fleksi dan ekstensi
Fleksi : gerak dari lurus menjadi bengkok.
Ekstensi : gerakan kebalikan dari Fleksi.
2)   Supinasi dan pronasi
Supinasi : gerak menelungkupkan lengan mulai dari siku. Sendi dan ujung lengan hendaknya menetap disatu tempat.
3)   Pronasi : gerakan dari sendi dan ujung lengan kemudian menulungkupkan lengan dari siku.
c.    Sendi jari tangan
Dua sendi yang diujung mempunyai gerak fleksi dan ekstensi yaitu gerak melengkung dan melurus. Adapun persendian yang terletak antara jari dan telapak tangan mempunyai 3 kemungkinan gerak, yaitu :
1)   Fleksi dan ekstensi : melengkung dan melurus.
2)   Abduksi dan aduksi : merenggang dan merapatnya ujung jari.
3)   Sirkunduksi : membuat lingkaran dengan ujung jari.
d.   Sendi panggul
Sendi ini mempunyai kemungkinan gerak yang hampir sama dengan sendi bahu.
e.    Sendi lutut
Sendi ini mempunyai kemungkinan gerak fleksi dan ekstensi yaitu melengkungkan dan meluruskan.
f.    Sendi jari kaki
Sendi ini mempunyai kemungkinan gerak yang sama dengan sendi jari tangan, sehingga tidak mempunyai gerak apotemen.
g.   Sendi pergelangan kaki
Sendi ini mempunyai kemungkinan fleksi yaitu menggerakan jari kaki ke lutut dan menjauhkannya, sendi ini juga mempunyai kemungkinan berputar ke dalam dan ke luar (inverse dan eversi).
h.   Sendi pergelangan tangan
Sendi pergelangan tangan mempunyai 3 kemungkinan gerak, yaitu :
1)   Fleksi dan ektensi
Fleksi : gerak menelungkupkan telapak tangan, yang bergerak hanyalah sendi pergelangan.
Ekstensi : gerakan kebalikannya.
2)   Fleksi menyamping : gerak melengkungnya ke arah samping.
3)   Sirkunduksi pergelangan : membuat lingkaran dengan ujung tangan yang bergerak hanya sendi pergelangan.
Untuk melatih atau memperbaiki atau menyembuhkan kecacatan sendi atau persendian anak tunadaksa, dapat menggunakan cara sebagai berikut :
1.    Melakukan operasi ortopedi.
Operasi ini diutamakan untuk anak yang kondisi persendiannya kurang berfungsi. Mungkin karena salah bentuk atau tidak dapat bergerak sesuai dengan fungsi sendi yang bersangkutan. Kalau pada sendi itu terdapat salah betuk, mungkin tulangnya perlu di gergaji dahulu, lalu dibentuk lagi sesuai dengan ukuran sendi yang seharusnya, baru kemudian diadakan latihan fungsi sendi.
Begitu pula jika persendian itu tidak dapat bergerak karena otot sendi terlalu pendek/salah posisi otot, maka persendian itu di operasi. Otot yang pendek dipotong dan disambungkan kembali setelah dibetulkan, atau ditempatkan pada tempat yang seharusnya. Operasi ortopedi ini selalu diikuti kegiatan latihan gerak/ latiahan gerak fungsi sendi.
2.    Perbaikan sendi melalui terapi bermain.
Terapi bermain yang menonjol digunakan adalah permainan gerak dan fungsi. Permainan ini dimaksudkan agar dengan bermain anak melakukan aktivitas gerakan tertentu sesuai dengan tujuan terapi. Misal, menangkap bola : berarti gerakan yang dilakukan adalah dengan menggerakan siku lurus kedepan.
Sedangkan fungsinya agar anak dapat memfungsikan persendian untuk kegiatan tertentu sesuai dengan fungsi masing-masing sendi yang diberikan terapi. Misalnya sendi jari tangan, seharusnya dapat digunakan untuk menggenggam, tetapi karena tidak dapat melakukan menggenggam sesuatu, pelatih meminta anak agar bermain tenis meja. Saat bermain, anak pasti memegang bed. Disinilah arah fungsi permainan itu, yaitu agar anak dapat memfungsikan sendi jari untuk memegang.
3.    Perbaikan sendi dengan hidroteraphy.
a.    Hidrokinetik à dimana tekanan air dapat mengurangi kekakuan sendi, dapat membetulkan posisi sendi, dan melatih fungsi sendi sesuai dengan fungsinya masing-masing.
b.    Hidrotermal à dimana suhu air panas dapat mengurangi ketegangan otot pada persendian, sehingga dapat membatu latihan gerak-gerak fungsi sendi.
4.    Perbaikan sendi dengan thermo therapy.
Sinar infra merah dapat berpengaruh terhadap kesantaian otot-otot dan pengobatan radang sendi yang tidak panas, yang semuanya akan membantu mempermudah latihan gerak sendi.
5.    Perbaikan gerak sendi dengan electro therapy.
Bagi penyandang cacat pada persendian yang halus dapat diperbaiki dengan menggunakan arus listrik frekuensi tinggi.
6.    Perbaikan sendi melalui latihan gerak/ mekano terapi ini ada beberapa bentuk, seperti :
a.    Exercice theraphy : dalam bentuk gerakan pasif yang dilakukan berulang-ulang dapat berpengaruh untuk memelihara gerakan sendi dan memperluas gerak-gerak sendi.
b.    Exercice therophy : dalam bentuk gerakan aktif ini dapat untuk melatih fungsi sendi.
7.    Perbaikan sendi melalui pemijatan.
Dengan memijat pada bagian tertentu dapat berpengaruh pada bagian sendi, yaitu gerak sendi akan bertambah luas dan mudah.
D.    Perbaikan posisi / sikap tubuh.
Kecacatan seseorang meskipun dalam kriteria ringan jika tidak mendapatkan terapi psikis secara berkesinambungan, kondisi itu dapat semakin berat. Untuk itu perlu adanya latihan fisik ataupun pengaturan posisi anggota badan secara memadahi. Pengaturan itu antara lain :
1.    Posisi kepala
2.    Posisi tubuh
3.    Posisi anggota tubuh
4.    Posisi duduk
5.    Merangkak
6.    Posisi berdiri
7.    Berjalan
8.    Meloncat-loncat ditempat
9.    Berjalan
E.     Memperbaiki koordinasi gerak.
Biasanya gerak seseorang akan dikendalikan oleh syaraf perintah yang berpangkal diotak, seandainya media perantara dari otak dengan organ gerak tidak/ kurang berfungsi, ini berarti dapat terjadi ketidak seimbangan antara maksud/ perintah dengan gerakan yang dilakukan.
Kondisi yang demikian banyak dialami oleh penyandang celebral palsy, baik yang tergolong atetoid ragid, apatik dan tromor. Gejala yang nampak, gerakan organ gerak mereka kaku / lemah/ gerak tak terkendali.
F.      Pembinaan kemampuan bicara
Terapi bicara merupakan suatu usaha penyembuhan bagi mereka yang mengalami kelainan atau hambatan dalam bidang bicara, bahasa dan irama melalui latihan yang disesuaikan dengan kelainannya.
Yang dimaksud “bicara” umumnya segala bunyi-bunyi yang keluar dari mulut manusia yang mempunyai arti. Organ tubuh yang berkaitan dengan kegiatan bicara, meliputi alat pendengar , mulut, urat syaraf dan intelegensi, ada beberapa program latihan bicara, yaitu :
1.    Latihan bernafas.
Dengan cara :
a.    Menarik nafas melalui hidung sekuat-kuat.
b.    Menahan nafas dengan cara udara ditahan beberapa detik.
c.    Mengeluarkan nafas dari mulut sepuas-puasnya.
2.    Latihan kerelaksaan.
Artinya anak yang dilatih bicaranya perlu ditempatkan pada situasi yang nyaman, enak dan santai.
a.    Gerakan leher, rahang dan bibir, kegiatan ini bertujuan untuk merangsang otot-otot organ bicara. Gerakan yang dilakukan adalah gerakan leher ke depan dank ke belakang, ke kiri dank ke kanan, serta rahang dikatup-katupkan. Sedangkan bibir dan mulut di kuncupkan, ditarik ke samping dan dikembang kempiskan.
b.    Gerakan pita suara bertujuan membantu merangsang posisi pita suara dan mengaktifkan pita suara lemah. Caranya dengan mengucapkan vocal dan konsonan bersuara.
c.    Gerakan mengisap dapat dilakukan dengan menggunakan sedotan, dapat menggunakan sendok, atau gelas yang berisikan minuman atau sirup. Untuk dapat menjulurkan lidah dipergunakan madu atau gula pasir, yaitu dengan cara mengoleskannya dibibir atas dan bibir bawah. Tujuannya supaya madu dibibir dijilat atau gula dihisap. Kemudian anak diperintahkan untuk menghisap air liurnya agar tidak meleleh.
d.   Anak perlu dilatih mengunyah makanan yang keras dan kenyal. Tujuannya untuk menguatkan otot-otot organ bicara. Makanan tidak boleh langsung ditelan tetapi harus dikunyah hingga halus.
G.    Membina Daya Pengenalan Diri Pada Anak Tuna Daksa
1.    Membina konsep diri dan pemahaman diri ( self consep dan self understanding ).
Anak tunadaksa hidup dalam lingkungan sosial, ia berkomunikasi dengan lingkungannya, baik lingkungan hidup maupun lingkungan mati. Proses komunikasi social inilah yang dapat membuat anak tunadaksa dapat memahami dirinya dan dapat memiliki konsep diri. Seandainya dia hidup dalam suatu situasi isolasi diri maka tidak akan terjadi adanya pamahaman diri dan konsep diri itu.
Pemahaman diri dan konsep diri akan sangat diwarnai oleh hasil komunikasi itu, sehingga pada diri anak tunadaksa dapat timbul penilaian atas dirinya. Penilaian diri tersebut dalam arti diri sebagai subyek dan diri sebagai obyek. Diri sebagai subyek berarti anak tunadaksa sebagai merupakan makhluk yang sadar dan aktiv, sedangkan diri sebagai obyek berarti dirinya sebagai bahan renungan (obyek pemikiran).
Ada 3 persepsi untuk mendukung bahwa diri sebagai subyek dan sebagai obyek, antaranya :
a.    Kondisi fisik diri : persepsi diri terhadap kondisi fisik diri, misalnya bagaimana penampilan diri saya? bagaimana kekuatan fisik saya? bagaimana kondisi fisik saya? lengkap / tidak, normal / berkelainan?
b.    Kondisi psikis diri : persepsi diri terhadap kondisi psikis diri, misalnya bagaimana watak saya sebenarnya? Saya iri, bahagia atau menderita? Apa yang menyebabkan saya menjadi cemas?
c.    Kondisi sosial diri : persepsi diri terhadap kondisi psikis diri, misalnya bagaimana orang lain mehargai saya? Bagaimana orang lain memandang saya? Apakah orang lain menyenangkan saya?
Melalui penilaian diri sendiri memang akhirnya akan melahirkan 2 kualitas konsep diri, yaitu yang bersifat positif dan negative. Konsep diri positif biasanya dilandasi oleh hal-hal sebagai berikut :
1)   Pada diri anak tunadaksa telah mengalami nilai dan prinsip tertentu (aqidah, iman, akhlaqul karimah) dan bersedia mempertahankannya walau menghadapi rintangan yang berat. Namun juga tidak segan mengubah pendirian diri yang ternyata salah.
2)   Dapat menyesali tindakan diri yang ternyata salah (dapat merugikan diri sendiri dan orang lain) dan bersedia memperbaikannya.
3)   Tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu dengan kecemasan terhadap apa yang terjadi pada waktu yang lalu, sekarang dan yang akan datang.
4)   Memiliki keyakinan pada kemampuan diri untuk menyelesaikan permasalahan (kegagalan, keyakinan) ; sambil sambil bertawakal kepada kepastian Illahi.
5)   Merasa setara dengan orang lain, dan hanya nilai taqwa saja yang dapat membedakan.
6)   Mampu mensyukuri nikmat dan rahmat Illahi dalam berbagai kegiatan yang meliputi pekerjaan, ungkap diri yang kreatif, persahabatan dengan menempatkan segala sesuatu sesuai proporsinya.
Sedangkan presepsi negative biasanya dilandasi oleh adanya ketidaktahanan dalam menerima kritik atas dirinya, ejekan, sangat responsif terhadap pujian, merasa tidak diperhatikan orang lain.
Selanjutnya untuk dapat membina pemahaman diri dari konsep diri pada anak tunadaksa, disamping ditanamkan dasar-dasar persepsi positif yang telah dijelaskan diatas, anak tunadaksa juga dapat diarahkan dengan cara sebagai berikut :
1)   Perlu ditanamkan pada diri anak tunadaksa ; bahwa kecacatan yang dialami adalah karunia Illahi yang harus diterima, tanpa ada rasa penyesalan diri atas karunia itu.
2)   Disamping Tuhan mengaruniai kondisi fisik seperti yang dialami sekarang, sebenarnya pada dirinya juga diberikan kelebihan-kelebihan dibandingkan orang lain, untuk mewujudkan kelebihan-kelebihan itulah yang sangat penting untuk diupayakan dengan optimal.
3)   Untuk merealisasikan potensi diri yang berupa kelebihan itu medium yang utama adalah belajar dan berdoa pada setiap waktu dan kesempatan.
4)   Menggali kemampuan dan kelebihan diri sampai berhasil mengenali dirinya dan konsep diri sebagai titik tolak memperbaiki kehidupan yang akan datang.

H.    Membina Daya Konsentrasi Anak Tunadaksa.
Daya konsentrasi sangat dibutuhkan oleh setiap manusia dalam menjalankan tugas agar segera menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan apa yang diharapkannya.
Kebanyakan anak tunadaksa, terutama CP (celebral palsy) mudah sekali kehilangan daya konsentrasi dalam menerima berbagai latihan dan pelajaran. Hal ini disebabkan oleh efek samping dan kecacatan yang ada pada anak. Oleh sebab itu agar dalam perkembangan mereka selanjutnya dapat lebih baik, salah satu aspek yang perlu dibina adalah daya konsentrasinya. Apabila berhasil ia akan memperoleh multi manfaat yang akan dipetik, baik bagi si anak maupun orang lain, orang tua, guru dan pelatih.
Pada dasarnya daya konsentrasi anak pada umumnya dan anak tunadaksa khususnya dapat ditingkatkan dengan cara :
1.    Memberikan terapi bermain.
Misalnya bermain kartu, karambol, sekak, dsb. Juga dengan permainan yang banyak menggunakan tenaga, seperti badminton, tenis meja, football, dan olahraga lainnya.
2.    Memberikan terapi musik.
a.    Guru mengajarkan didepan anak dengan bertpuk tangan, tepkmun paha dan menghentakakan kaki dengan irama yang didengar, sehikngga meculkan irama yang senada dan beraturan. Ketika anak mendengarkan dengan seksama, ia secara spontan pasti akan mengikutinya. Dengan begitu si anak dapat berkonsentrasi dengan pelajaran yang akan dilaksanakan.
b.    Dalam terapi musik guru harus aktif, misal Guru menyanyikan lagu anak-anak yang sederhana, atau mendengarkan lagu melalui radio atau kaset. Dengan cara ini konsentrasi anak akan guru dapatkan dan ia akan menirukan lagu itu dengan semangat bila ia hafal dengan lagu tersebut.
3.    Memberikan kesibukan tertentu.
Seperti : menggambar, membuat kerajinan tangan dari kertas origami.
4.    Memberi terapi okupasional.
Seperti : menendang bola, melempar buah bowling, menyulam, dan menambal.
I.       Pengembangan Daya Fantasi dan Kreasi anak.
Setiap manusia baik normal atau tidak mereka mempunyai fantasi dan kreasi. Hanya kualitas serta derajat fantasi dan kreativitasnya yang berbeda. Anak tunadaksa juga mempunyai daya fantasi dan kreasi sebagai ekspresi dari cipta-karsa dan karya keindahannya.manifestasi dari ekspresi daya fantasi dan kreasi anak tunadaksa itu diantaranya banyak diantara mereka yang pandai menggambar, cekatan anak mengerjakan sesuatu yang sulit bagi kebanyakan anak normal dan tidak ragu.
Kemampuan semacam itu akan sangat besar manfaatnya, bila anak tunadaksa memperoleh kesempatan untuk mengembangkannya. Dengan demikian penghargaan orang lain kepada mereka akan meningkat dan rasa harga diri mereka yang kurang dapat memperoleh imbangan.
Namun demikian  tidak sedikit pula anak tunadaksa yang mngalami kesukaran dalam mengembangkan daya fantasi dan kreasinya. Banyak diantara mereka tidak tahu apa yang akan dipilihnya. Mereka akan bertanya untuk gunung itu seperti apa? sawah warnanya apa? Dan lain sebagainya.
Salah satu cara untuk meningkatkan fantasi dan kreasi anak bisa melalui music, tarian, ataupun menggambar, membuat/membaca puisi.
J.       Membina Emosi / Perasaan Anak Tunadaksa.
1.    Membina Rasa Ketuhanan
Jika kita bicara tentang rasa ketuhanan hakekatnya kita bicara tentang kwalitas keimanan. Karena keimanan mangandung nilai dan norma ketuhanan. Kwalitas keimanan seseorang sebenarnya dapat dilihat dari kwalitas perilaku setiap hari, sebab perilaku itu tentu akan dilandasi norma sehingga perilakunya menjadi benar. Dengan kata lain kwalitas iman tidak cukup jika hanya berhenti dalam pengakuan saja.
Membina rasa ketuhanan pada anak tunadaksa perlu dimulai dari penanaman nilai dan norma iman itu, agar dapat menjadi perisai dari agresi kejahatan, agresi materi dan keputusasaan dalam hidupnya. Menanamkan rasa ketuhanan pada anak tunadaksa juga bisa dilakukan dengan cara mencontohkan hal-hal yang kongkrit. Misal, dengan member contoh kelemahan orang normal yang cenderung melanggar nilai dan norma. Orang yang punya tangan tidak untuk bekerja keras tapi untuk mencuri, mempunyai kaki lengkap dipakai untuk melarikan sepeda pancal dan sebagainya. Maka beruntunglah mereka yang dengan kecacatan berarti mempersempit kesempatannya untuk berbuat jahat.
2.    Menghapus rasa rendah diri dan menempuh harga diri
Anak tunadaksa yang dengan melihat kondisinya yang cacat umumnya cenderung menjadi rendah diri. Keadaan ini tidak boleh dibiarkan mencekam kehidupan anak tunadaksa, mereka harus dilepaskan dari keidupan yang suram, apatis dan dirundung keputusasaan. Untuk menghapus rasa rendah diri dan memupuk rasa harga diri mereka, bimbingan yang diberikan kepada anak tunadaksa lain dari upaya pemahaman diri dan konsep diri juga dapat ditambah dengan menanamkan hal-hal sebagai berikut :
a.    Penanaman kesadaran bahwa dirinya sama dengan orang normal lainnya dan sama-sama hidup sebagai hamba tuhan.
b.    Memberikan pujian-pujian pada anak atas setiap keberhasilan dalam melaksanakan tugas, walaupun itu hal kecil.
c.    Memupuk kesadaran pada diri anak bahwa ia masih mampu meningkatkan prestasi yang lebih tinggi dari yang sudah-sudah.
d.   Memberikan contoh-contoh dan keteladanan orang-orang yang memiliki kondisi sama dan dapat sukses dalam hidupnya.
e.    Menghargai setiap ide, kreativitas anak dan mengarahkannya kearah yang dapat diterima oleh norma social dan lainnya.
3.    Menanamkan/ membina perasaan sosial / kemasyarakatan.
Kehidupan anak tunadaksa tidak terlepas dari situasi hidup kebersamaan ini, mula-mula mereka kenal dengan orang lain yang masih terbatas ialah keluarga. Kemudian mengenal kehidupan sosial lebih luas didalam masyarakat.
4.    Membina perasaan kesusilaan / etis.
Membina perasaan kesusilaan atau etis adalah berhubungan dengan norma baik dan buruk, baik itu norma individual maupun norma sosial. Agar tidak terjadi pelanggaran norma kesusilaan pada anak, maka kepada mereka perlu dibina sejak dini. Pembinaan perasaan kesusilaan juga erat dengan pembinaan perasaan ketuhanan / keagamaan, kaena pendidikan normal tanpa agama akan kurang berarti artinya, nilai normal akan lebih lengkap dan dapat betul-betul dilaksanakan dengan pendidikan agama pula. 
Referensi : Isbani, Sam dan Abdul Salim Choiri. Bina Diri dan Teraputik D untuk Anak Tunadaksa. Sanjaya : Surakarta.

12 komentar:

sbastian_ginting mengatakan...

baguus, sangat membantu

Unknown mengatakan...

semoga bermanfaat :)

Unknown mengatakan...

nice blog :)
lanjutkan ya . . . . ;)

Unknown mengatakan...

siap, tunggu posting selanjutnya :D

Elsa Anggrahini mengatakan...

So inspiring :)

Pandu pradana mengatakan...

kui foto mbeg sopo hayooo

Anonim mengatakan...

luar biasa :) semoga lebih bisa bersyukur

Unknown mengatakan...

+Elsa Anggrahini : God Bless
+Pandu pradana : -_-
+diinawidya : amiin, God Bless

Unknown mengatakan...

tampilan blognya sangat lucu dan menarik, memakai warna-warna pastel yang imut . membuat tampilannya terlihat menarik , artikelnya juga mudah terbaca tulisannya.

Unknown mengatakan...

terima kasih :)

Unknown mengatakan...

susunan dan tapilan nya menarik, bisa mengundang pembaca :)

Unknown mengatakan...

terima kasih :) semoga menginspirasi

Posting Komentar

Copyright 2009 Don't Have a Dis-Ability, But Have a Different-Ability. All rights reserved.
Free WPThemes presented by Leather luggage, Las Vegas Travel coded by EZwpthemes.
Bloggerized by Miss Dothy