A. Pengertian
bina diri
Di dalam bahasa
inggris terkenal istilah self care atau self helf yang artinya adalah menolong
diri sendiri, yang diartikan ke dalam kamus bahasa Indonesia adalah “Bina
Diri”.
Kemampuan dan
kecakapan merawat diri atau bina diri ini tidak langsung diwariskan dari alam,
melainkan harus dipelajari dalam diri pribadi. Kondisi anak tunadaksa mengalami
kelainan dalam berbagai bentuk, baik kelayuan, kekakuan, kelainan motorik,
tidak lengkap anggota tubuhnya, dan yang berpengaruh pada pertumbuhan fisik
ataupun psikisnya. Mereka memiliki posisi tubuh atau sikap tubuh yang tidak atau
kurang wajar, mereka juga sulit merawat diri tanpa bantuan orang lain.
Anak tunadaksa perlu dilatih agar memiliki kemampuan untuk membina dirinya sendiri. Kemampuan ini perlu terus dikembangkan sehingga dengan kemampuannya sendiri ia dapat memenuhi kebutuan fisik, psikis dan sosialnya, baik dilingkunagan keluarga, sekolah atau pun masyarakat.
Jadi, dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa bina diri adalah suatu usaha
membimbing, melatih, atau membina kemampuan fisik dan psikis diri anak
tunadaksa baik dengan alat ataupun tidak, agar ia dapat menolong dirinya dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa bergantung pada orang lain.
B. Tujuan
dan fungsi bina diri pada fisik anak tunadaksa
1. Tujuan
Kegiatan membina
kemampuan fisik pada anak tunadaksa bertujuan untuk menormalisasi gerak dan
sendi serta koordinasi otot-otot, menumbuhkan keseimbangan emosi dan
kepercayaan akan kemampuan diri.
2. Fungsi
Kegiatan untuk menormalisasikan gerak, sendi dan
otot-otot bagi anak tundaksa mempunyai fungsi sebagai berikut, diantaranya :
a. Mencegah
kekakuan pada sendi-sendi dan memfungsikan sendi
b. Melatih
otot-otot untuk dapat bertambah kuat dan menjadi berfungsi.
c. Memulihkan
kondisi jasmani untuk dapat beraktivitas semaksimal mungkin.
C. Macam
pembinaan fisik anak tunadaksa
1.
Penguatan otot
Macam alat bantu
yang data digunakan untuk melatih fungsi otot dan mendidik pertumbuhan otot :
a. Alat
penonggak/ kruk dipakai untuk berjalan. Alat ini dibuat dari kayu, besi, atau
alumunium yang ukurannya disesuaikan dengan kebutuhan anak perorangan.
b. Walking
parallel bons dipakai untuk berlatih berjalan dan dapat diturun naikkan sesuai
dengan kebutuhan.
c. Stair
case, dipakai untuk melatih berjalan naik turun tangga.
d. Walker,
dipakai untuk membantu berjalan, membantu fungsi semi mobilitas sebelum memakai
kruk.
e. Kursi
roda
f. Stand
in table untuk melatih posisi berdiri dan melatih persiapan kegiatan apapun.
g. Stall
bars dipakai untuk melatih kekutan otot dan menggenggam, jongkok dan berdiri,
serta koordinasi gerak.
h. Pulley
weight untuk melatih kekuatan otot baik tangan maupun kaki.
2.
Memperbaiki gerakan pada persendian
a. Sendi
bahu
Sendi ini
mempunyai 4 kemungkinan gerak :
1) Abduksi
dan aduksi
Abduksi : gerak lengan dari panggul
ke luar, lurus ke samping dan terus ke atas.
Aduksi : kebalikan gerak dari Abduksi.
2) Flaksi
dan ekstensi
Flaksi : gerak lengan dari belakang
kebawah, lurus kedepan, terus ke atas.
Ekstensi : kebalikan dari gerakan
Flaksi.
3) Rotasi
: memutarkan lengan ke luar dan ke dalam. Waktu berputar, ujung lengan menetap
di satu tempat.
4) Sirkumduksi
: membuat lingkaran di samping badan dengan ujung lengan.
b. Sendi
siku
Sendi ini
mempunyai 3 kemungkinan gerak :
1) Fleksi
dan ekstensi
Fleksi : gerak dari lurus menjadi
bengkok.
Ekstensi : gerakan kebalikan dari
Fleksi.
2) Supinasi
dan pronasi
Supinasi : gerak menelungkupkan
lengan mulai dari siku. Sendi dan ujung lengan hendaknya menetap disatu tempat.
3) Pronasi
: gerakan dari sendi dan ujung lengan kemudian menulungkupkan lengan dari siku.
c. Sendi
jari tangan
Dua sendi yang
diujung mempunyai gerak fleksi dan ekstensi yaitu gerak melengkung dan melurus.
Adapun persendian yang terletak antara jari dan telapak tangan mempunyai 3
kemungkinan gerak, yaitu :
1) Fleksi
dan ekstensi : melengkung dan melurus.
2) Abduksi
dan aduksi : merenggang dan merapatnya ujung jari.
3) Sirkunduksi
: membuat lingkaran dengan ujung jari.
d. Sendi
panggul
Sendi ini
mempunyai kemungkinan gerak yang hampir sama dengan sendi bahu.
e. Sendi
lutut
Sendi ini
mempunyai kemungkinan gerak fleksi dan ekstensi yaitu melengkungkan dan
meluruskan.
f. Sendi
jari kaki
Sendi ini
mempunyai kemungkinan gerak yang sama dengan sendi jari tangan, sehingga tidak
mempunyai gerak apotemen.
g. Sendi
pergelangan kaki
Sendi ini
mempunyai kemungkinan fleksi yaitu menggerakan jari kaki ke lutut dan
menjauhkannya, sendi ini juga mempunyai kemungkinan berputar ke dalam dan ke
luar (inverse dan eversi).
h. Sendi
pergelangan tangan
Sendi
pergelangan tangan mempunyai 3 kemungkinan gerak, yaitu :
1) Fleksi
dan ektensi
Fleksi : gerak menelungkupkan
telapak tangan, yang bergerak hanyalah sendi pergelangan.
Ekstensi :
gerakan kebalikannya.
2)
Fleksi menyamping : gerak melengkungnya
ke arah samping.
3)
Sirkunduksi pergelangan : membuat
lingkaran dengan ujung tangan yang bergerak hanya sendi pergelangan.
Untuk
melatih atau memperbaiki atau menyembuhkan kecacatan sendi atau persendian anak
tunadaksa, dapat menggunakan cara sebagai berikut :
1.
Melakukan operasi ortopedi.
Operasi ini
diutamakan untuk anak yang kondisi persendiannya kurang berfungsi. Mungkin
karena salah bentuk atau tidak dapat bergerak sesuai dengan fungsi sendi yang
bersangkutan. Kalau pada sendi itu terdapat salah betuk, mungkin tulangnya
perlu di gergaji dahulu, lalu dibentuk lagi sesuai dengan ukuran sendi yang
seharusnya, baru kemudian diadakan latihan fungsi sendi.
Begitu pula jika
persendian itu tidak dapat bergerak karena otot sendi terlalu pendek/salah
posisi otot, maka persendian itu di operasi. Otot yang pendek dipotong dan
disambungkan kembali setelah dibetulkan, atau ditempatkan pada tempat yang
seharusnya. Operasi ortopedi ini selalu diikuti kegiatan latihan gerak/
latiahan gerak fungsi sendi.
2.
Perbaikan sendi melalui terapi bermain.
Terapi
bermain yang menonjol digunakan adalah permainan gerak dan fungsi. Permainan
ini dimaksudkan agar dengan bermain anak melakukan aktivitas gerakan tertentu
sesuai dengan tujuan terapi. Misal, menangkap bola : berarti gerakan yang
dilakukan adalah dengan menggerakan siku lurus kedepan.
Sedangkan
fungsinya agar anak dapat memfungsikan persendian untuk kegiatan tertentu
sesuai dengan fungsi masing-masing sendi yang diberikan terapi. Misalnya sendi
jari tangan, seharusnya dapat digunakan untuk menggenggam, tetapi karena tidak
dapat melakukan menggenggam sesuatu, pelatih meminta anak agar bermain tenis
meja. Saat bermain, anak pasti memegang bed. Disinilah arah fungsi permainan
itu, yaitu agar anak dapat memfungsikan sendi jari untuk memegang.
3. Perbaikan
sendi dengan hidroteraphy.
a. Hidrokinetik
à
dimana tekanan air dapat mengurangi kekakuan sendi, dapat membetulkan posisi
sendi, dan melatih fungsi sendi sesuai dengan fungsinya masing-masing.
b. Hidrotermal
à
dimana suhu air panas dapat mengurangi ketegangan otot pada persendian,
sehingga dapat membatu latihan gerak-gerak fungsi sendi.
4.
Perbaikan sendi dengan thermo therapy.
Sinar infra
merah dapat berpengaruh terhadap kesantaian otot-otot dan pengobatan radang
sendi yang tidak panas, yang semuanya akan membantu mempermudah latihan gerak
sendi.
5.
Perbaikan gerak sendi dengan electro
therapy.
Bagi penyandang
cacat pada persendian yang halus dapat diperbaiki dengan menggunakan arus
listrik frekuensi tinggi.
6.
Perbaikan sendi melalui latihan gerak/
mekano terapi ini ada beberapa bentuk, seperti :
a. Exercice
theraphy : dalam bentuk gerakan pasif yang dilakukan berulang-ulang dapat
berpengaruh untuk memelihara gerakan sendi dan memperluas gerak-gerak sendi.
b. Exercice
therophy : dalam bentuk gerakan aktif ini dapat untuk melatih fungsi sendi.
7.
Perbaikan sendi melalui pemijatan.
Dengan memijat
pada bagian tertentu dapat berpengaruh pada bagian sendi, yaitu gerak sendi
akan bertambah luas dan mudah.
D. Perbaikan
posisi / sikap tubuh.
Kecacatan
seseorang meskipun dalam kriteria ringan jika tidak mendapatkan terapi psikis
secara berkesinambungan, kondisi itu dapat semakin berat. Untuk itu perlu
adanya latihan fisik ataupun pengaturan posisi anggota badan secara memadahi.
Pengaturan itu antara lain :
1. Posisi
kepala
2. Posisi
tubuh
3. Posisi
anggota tubuh
4. Posisi
duduk
5. Merangkak
6. Posisi
berdiri
7. Berjalan
8. Meloncat-loncat
ditempat
9. Berjalan
E. Memperbaiki
koordinasi gerak.
Biasanya gerak
seseorang akan dikendalikan oleh syaraf perintah yang berpangkal diotak,
seandainya media perantara dari otak dengan organ gerak tidak/ kurang
berfungsi, ini berarti dapat terjadi ketidak seimbangan antara maksud/ perintah
dengan gerakan yang dilakukan.
Kondisi yang
demikian banyak dialami oleh penyandang celebral palsy, baik yang tergolong
atetoid ragid, apatik dan tromor. Gejala yang nampak, gerakan organ gerak
mereka kaku / lemah/ gerak tak terkendali.
F. Pembinaan
kemampuan bicara
Terapi
bicara merupakan suatu usaha penyembuhan bagi mereka yang mengalami kelainan
atau hambatan dalam bidang bicara, bahasa dan irama melalui latihan yang disesuaikan
dengan kelainannya.
Yang
dimaksud “bicara” umumnya segala bunyi-bunyi yang keluar dari mulut manusia
yang mempunyai arti. Organ tubuh yang berkaitan dengan kegiatan bicara, meliputi
alat pendengar , mulut, urat syaraf dan intelegensi, ada beberapa program
latihan bicara, yaitu :
1.
Latihan bernafas.
Dengan cara :
a. Menarik
nafas melalui hidung sekuat-kuat.
b. Menahan
nafas dengan cara udara ditahan beberapa detik.
c. Mengeluarkan
nafas dari mulut sepuas-puasnya.
2. Latihan
kerelaksaan.
Artinya anak
yang dilatih bicaranya perlu ditempatkan pada situasi yang nyaman, enak dan
santai.
a. Gerakan
leher, rahang dan bibir, kegiatan ini bertujuan untuk merangsang otot-otot
organ bicara. Gerakan yang dilakukan adalah gerakan leher ke depan dank ke
belakang, ke kiri dank ke kanan, serta rahang dikatup-katupkan. Sedangkan bibir
dan mulut di kuncupkan, ditarik ke samping dan dikembang kempiskan.
b.
Gerakan pita suara bertujuan membantu merangsang
posisi pita suara dan mengaktifkan pita suara lemah. Caranya dengan mengucapkan
vocal dan konsonan bersuara.
c. Gerakan
mengisap dapat dilakukan dengan menggunakan sedotan, dapat menggunakan sendok,
atau gelas yang berisikan minuman atau sirup. Untuk dapat menjulurkan lidah
dipergunakan madu atau gula pasir, yaitu dengan cara mengoleskannya dibibir
atas dan bibir bawah. Tujuannya supaya madu dibibir dijilat atau gula dihisap.
Kemudian anak diperintahkan untuk menghisap air liurnya agar tidak meleleh.
d. Anak
perlu dilatih mengunyah makanan yang keras dan kenyal. Tujuannya untuk
menguatkan otot-otot organ bicara. Makanan tidak boleh langsung ditelan tetapi
harus dikunyah hingga halus.
G. Membina
Daya Pengenalan Diri Pada Anak Tuna Daksa
1. Membina
konsep diri dan pemahaman diri ( self consep dan self understanding ).
Anak tunadaksa
hidup dalam lingkungan sosial, ia berkomunikasi dengan lingkungannya, baik
lingkungan hidup maupun lingkungan mati. Proses komunikasi social inilah yang
dapat membuat anak tunadaksa dapat memahami dirinya dan dapat memiliki konsep
diri. Seandainya dia hidup dalam suatu situasi isolasi diri maka tidak akan
terjadi adanya pamahaman diri dan konsep diri itu.
Pemahaman diri
dan konsep diri akan sangat diwarnai oleh hasil komunikasi itu, sehingga pada
diri anak tunadaksa dapat timbul penilaian atas dirinya. Penilaian diri
tersebut dalam arti diri sebagai subyek dan diri sebagai obyek. Diri sebagai
subyek berarti anak tunadaksa sebagai merupakan makhluk yang sadar dan aktiv,
sedangkan diri sebagai obyek berarti dirinya sebagai bahan renungan (obyek
pemikiran).
Ada 3 persepsi
untuk mendukung bahwa diri sebagai subyek dan sebagai obyek, antaranya :
a. Kondisi
fisik diri : persepsi diri terhadap kondisi fisik diri, misalnya bagaimana
penampilan diri saya? bagaimana kekuatan fisik saya? bagaimana kondisi fisik
saya? lengkap / tidak, normal / berkelainan?
b. Kondisi
psikis diri : persepsi diri terhadap kondisi psikis diri, misalnya bagaimana
watak saya sebenarnya? Saya iri, bahagia atau menderita? Apa yang menyebabkan
saya menjadi cemas?
c. Kondisi
sosial diri : persepsi diri terhadap kondisi psikis diri, misalnya bagaimana
orang lain mehargai saya? Bagaimana orang lain memandang saya? Apakah orang
lain menyenangkan saya?
Melalui
penilaian diri sendiri memang akhirnya akan melahirkan 2 kualitas konsep diri,
yaitu yang bersifat positif dan negative. Konsep diri positif biasanya
dilandasi oleh hal-hal sebagai berikut :
1) Pada
diri anak tunadaksa telah mengalami nilai dan prinsip tertentu (aqidah, iman,
akhlaqul karimah) dan bersedia mempertahankannya walau menghadapi rintangan
yang berat. Namun juga tidak segan mengubah pendirian diri yang ternyata salah.
2) Dapat
menyesali tindakan diri yang ternyata salah (dapat merugikan diri sendiri dan
orang lain) dan bersedia memperbaikannya.
3) Tidak
menghabiskan waktu yang tidak perlu dengan kecemasan terhadap apa yang terjadi
pada waktu yang lalu, sekarang dan yang akan datang.
4) Memiliki
keyakinan pada kemampuan diri untuk menyelesaikan permasalahan (kegagalan,
keyakinan) ; sambil sambil bertawakal kepada kepastian Illahi.
5) Merasa
setara dengan orang lain, dan hanya nilai taqwa saja yang dapat membedakan.
6) Mampu
mensyukuri nikmat dan rahmat Illahi dalam berbagai kegiatan yang meliputi
pekerjaan, ungkap diri yang kreatif, persahabatan dengan menempatkan segala
sesuatu sesuai proporsinya.
Sedangkan presepsi negative biasanya dilandasi oleh
adanya ketidaktahanan dalam menerima kritik atas dirinya, ejekan, sangat
responsif terhadap pujian, merasa tidak diperhatikan orang lain.
Selanjutnya untuk dapat membina pemahaman diri dari
konsep diri pada anak tunadaksa, disamping ditanamkan dasar-dasar persepsi
positif yang telah dijelaskan diatas, anak tunadaksa juga dapat diarahkan
dengan cara sebagai berikut :
1) Perlu
ditanamkan pada diri anak tunadaksa ; bahwa kecacatan yang dialami adalah
karunia Illahi yang harus diterima, tanpa ada rasa penyesalan diri atas karunia
itu.
2) Disamping
Tuhan mengaruniai kondisi fisik seperti yang dialami sekarang, sebenarnya pada
dirinya juga diberikan kelebihan-kelebihan dibandingkan orang lain, untuk
mewujudkan kelebihan-kelebihan itulah yang sangat penting untuk diupayakan
dengan optimal.
3) Untuk
merealisasikan potensi diri yang berupa kelebihan itu medium yang utama adalah
belajar dan berdoa pada setiap waktu dan kesempatan.
4) Menggali
kemampuan dan kelebihan diri sampai berhasil mengenali dirinya dan konsep diri
sebagai titik tolak memperbaiki kehidupan yang akan datang.
H. Membina
Daya Konsentrasi Anak Tunadaksa.
Daya konsentrasi
sangat dibutuhkan oleh setiap manusia dalam menjalankan tugas agar segera
menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan apa yang diharapkannya.
Kebanyakan anak
tunadaksa, terutama CP (celebral palsy) mudah sekali kehilangan daya
konsentrasi dalam menerima berbagai latihan dan pelajaran. Hal ini disebabkan
oleh efek samping dan kecacatan yang ada pada anak. Oleh sebab itu agar dalam
perkembangan mereka selanjutnya dapat lebih baik, salah satu aspek yang perlu
dibina adalah daya konsentrasinya. Apabila berhasil ia akan memperoleh multi
manfaat yang akan dipetik, baik bagi si anak maupun orang lain, orang tua, guru
dan pelatih.
Pada dasarnya
daya konsentrasi anak pada umumnya dan anak tunadaksa khususnya dapat
ditingkatkan dengan cara :
1. Memberikan
terapi bermain.
Misalnya bermain
kartu, karambol, sekak, dsb. Juga dengan permainan yang banyak menggunakan
tenaga, seperti badminton, tenis meja, football, dan olahraga lainnya.
2. Memberikan
terapi musik.
a. Guru
mengajarkan didepan anak dengan bertpuk tangan, tepkmun paha dan menghentakakan
kaki dengan irama yang didengar, sehikngga meculkan irama yang senada dan
beraturan. Ketika anak mendengarkan dengan seksama, ia secara spontan pasti
akan mengikutinya. Dengan begitu si anak dapat berkonsentrasi dengan pelajaran
yang akan dilaksanakan.
b. Dalam
terapi musik guru harus aktif, misal Guru menyanyikan lagu anak-anak yang
sederhana, atau mendengarkan lagu melalui radio atau kaset. Dengan cara ini
konsentrasi anak akan guru dapatkan dan ia akan menirukan lagu itu dengan
semangat bila ia hafal dengan lagu tersebut.
3. Memberikan
kesibukan tertentu.
Seperti :
menggambar, membuat kerajinan tangan dari kertas origami.
4. Memberi
terapi okupasional.
Seperti :
menendang bola, melempar buah bowling, menyulam, dan menambal.
I. Pengembangan
Daya Fantasi dan Kreasi anak.
Setiap manusia
baik normal atau tidak mereka mempunyai fantasi dan kreasi. Hanya kualitas
serta derajat fantasi dan kreativitasnya yang berbeda. Anak tunadaksa juga
mempunyai daya fantasi dan kreasi sebagai ekspresi dari cipta-karsa dan karya
keindahannya.manifestasi dari ekspresi daya fantasi dan kreasi anak tunadaksa
itu diantaranya banyak diantara mereka yang pandai menggambar, cekatan anak
mengerjakan sesuatu yang sulit bagi kebanyakan anak normal dan tidak ragu.
Kemampuan
semacam itu akan sangat besar manfaatnya, bila anak tunadaksa memperoleh
kesempatan untuk mengembangkannya. Dengan demikian penghargaan orang lain kepada
mereka akan meningkat dan rasa harga diri mereka yang kurang dapat memperoleh
imbangan.
Namun
demikian tidak sedikit pula anak
tunadaksa yang mngalami kesukaran dalam mengembangkan daya fantasi dan
kreasinya. Banyak diantara mereka tidak tahu apa yang akan dipilihnya. Mereka
akan bertanya untuk gunung itu seperti apa? sawah warnanya apa? Dan lain
sebagainya.
Salah satu cara
untuk meningkatkan fantasi dan kreasi anak bisa melalui music, tarian, ataupun
menggambar, membuat/membaca puisi.
J. Membina
Emosi / Perasaan Anak Tunadaksa.
1. Membina
Rasa Ketuhanan
Jika kita bicara
tentang rasa ketuhanan hakekatnya kita bicara tentang kwalitas keimanan. Karena
keimanan mangandung nilai dan norma ketuhanan. Kwalitas keimanan seseorang
sebenarnya dapat dilihat dari kwalitas perilaku setiap hari, sebab perilaku itu
tentu akan dilandasi norma sehingga perilakunya menjadi benar. Dengan kata lain
kwalitas iman tidak cukup jika hanya berhenti dalam pengakuan saja.
Membina rasa
ketuhanan pada anak tunadaksa perlu dimulai dari penanaman nilai dan norma iman
itu, agar dapat menjadi perisai dari agresi kejahatan, agresi materi dan
keputusasaan dalam hidupnya. Menanamkan rasa ketuhanan pada anak tunadaksa juga
bisa dilakukan dengan cara mencontohkan hal-hal yang kongkrit. Misal, dengan
member contoh kelemahan orang normal yang cenderung melanggar nilai dan norma.
Orang yang punya tangan tidak untuk bekerja keras tapi untuk mencuri, mempunyai
kaki lengkap dipakai untuk melarikan sepeda pancal dan sebagainya. Maka
beruntunglah mereka yang dengan kecacatan berarti mempersempit kesempatannya
untuk berbuat jahat.
2. Menghapus
rasa rendah diri dan menempuh harga diri
Anak tunadaksa
yang dengan melihat kondisinya yang cacat umumnya cenderung menjadi rendah
diri. Keadaan ini tidak boleh dibiarkan mencekam kehidupan anak tunadaksa,
mereka harus dilepaskan dari keidupan yang suram, apatis dan dirundung
keputusasaan. Untuk menghapus rasa rendah diri dan memupuk rasa harga diri
mereka, bimbingan yang diberikan kepada anak tunadaksa lain dari upaya
pemahaman diri dan konsep diri juga dapat ditambah dengan menanamkan hal-hal
sebagai berikut :
a. Penanaman
kesadaran bahwa dirinya sama dengan orang normal lainnya dan sama-sama hidup
sebagai hamba tuhan.
b. Memberikan
pujian-pujian pada anak atas setiap keberhasilan dalam melaksanakan tugas,
walaupun itu hal kecil.
c. Memupuk
kesadaran pada diri anak bahwa ia masih mampu meningkatkan prestasi yang lebih
tinggi dari yang sudah-sudah.
d. Memberikan
contoh-contoh dan keteladanan orang-orang yang memiliki kondisi sama dan dapat
sukses dalam hidupnya.
e. Menghargai
setiap ide, kreativitas anak dan mengarahkannya kearah yang dapat diterima oleh
norma social dan lainnya.
3. Menanamkan/
membina perasaan sosial / kemasyarakatan.
Kehidupan anak
tunadaksa tidak terlepas dari situasi hidup kebersamaan ini, mula-mula mereka
kenal dengan orang lain yang masih terbatas ialah keluarga. Kemudian mengenal
kehidupan sosial lebih luas didalam masyarakat.
4. Membina
perasaan kesusilaan / etis.
Membina perasaan
kesusilaan atau etis adalah berhubungan dengan norma baik dan buruk, baik itu
norma individual maupun norma sosial. Agar tidak terjadi pelanggaran norma
kesusilaan pada anak, maka kepada mereka perlu dibina sejak dini. Pembinaan
perasaan kesusilaan juga erat dengan pembinaan perasaan ketuhanan / keagamaan,
kaena pendidikan normal tanpa agama akan kurang berarti artinya, nilai normal
akan lebih lengkap dan dapat betul-betul dilaksanakan dengan pendidikan agama
pula.
Referensi : Isbani, Sam dan Abdul
Salim Choiri. Bina Diri dan Teraputik D
untuk Anak Tunadaksa. Sanjaya : Surakarta.
12 komentar:
baguus, sangat membantu
semoga bermanfaat :)
nice blog :)
lanjutkan ya . . . . ;)
siap, tunggu posting selanjutnya :D
So inspiring :)
kui foto mbeg sopo hayooo
luar biasa :) semoga lebih bisa bersyukur
+Elsa Anggrahini : God Bless
+Pandu pradana : -_-
+diinawidya : amiin, God Bless
tampilan blognya sangat lucu dan menarik, memakai warna-warna pastel yang imut . membuat tampilannya terlihat menarik , artikelnya juga mudah terbaca tulisannya.
terima kasih :)
susunan dan tapilan nya menarik, bisa mengundang pembaca :)
terima kasih :) semoga menginspirasi
Posting Komentar