Physical Handicap




Physically handicapped children are those with physical limitation or health problems. The limitations interfere with the learning. And because of these limitations they need special services, training, equipments and other facilities.
The most common condition and diseases that cause physical handicap are neurological impairment, musculoskeletal conditions and congenital malformation.
Neurological impairment is the damage or deterioration of nervous system. The example of this impairment is cerebral palsy (CP). This condition is characterized by paralysis, weaknesses, incoordination and other motor disfunction.

Perencanaan Kegiatan Belajar Mengajar dan Prinsip Pembelajaran


1.   Perencanaan Kegiatan Belajar-Mengajar
Sehubungan dengan perencanaan kegiatan pembelajaran bagi anak tunadaksa, Ronald L. Taylor (1984) mengemukakan,  apabila penyandang cacat menerima pelayanan  pendidikan di sekolah formal  maka  ia harus memperoleh pelayanan pendidikan yang diindividualisasikan.
Dalam rangka mengembangkan program pendidikan yang diindividualisasikan, banyak informasi/data yang diperlukan dan salah satunya dihasilkan melalui assessment. Adapun langkah-langkah utama dalam merancang suatu program pendidikan individual (PPI) adalah sebagai berikut.

Penataan Lingkungan Belajar Anak Tunadaksa

Berhubung anak tunadaksa mengalami gangguan motorik maka  dalam mengikuti pendidikan membutuhkan perlengkapan khusus dalam lingkungan belajarnya. Gedung sekolah sebaiknya dilengkapi ruangan/sarana tertentu yang memungkinkan dapat mendukung kelancaran kegiatan anak tunadaksa di  sekolah.
Bangunan-bangunan gedung sebaiknya dirancang dengan memprioritaskan  3  kemudahan, yaitu anak mudah ke luar masuk, mudah bergerak dalam ruangan, dan mudah mengadakan penyesuaian atau segala sesuatu yang ada di ruangan itu mudah digunakan (Musyafak Assyari, 1995).

Karakteristik Fisik Anak Tunadaksa

Karakteristik fisik/kesehatan anak tunadaksa biasanya selain mengalami cacat tubuh adalah kecenderungan mengalami gangguan lain,  seperti sakit gigi, berkurangnya daya pendengaran, penglihatan, gangguan bicara, dan lain-lain. Kelainan tambahan itu banyak ditemukan pada anak tunadaksa sistem cerebral.

Karakteristik Sosial/ Emosional Anak Tunadaksa

Karakteristik sosial/emosional anak tunadaksa bermula dari konsep diri anak yang merasa dirinya cacat, tidak berguna, dan menjadi beban orang lain yang mengakibatkan mereka malas belajar, bermain dan perilaku salah lainnya.
Kehadiran anak cacat yang  tidak diterima oleh  orang tua  dan disingkirkan dari masyarakat akan merusak perkembangan pribadi anak.

Karakteristik Akademik Anak Tunadaksa


Pada umumnya tingkat kecerdasan anak tunadaksa yang mengalami kelainan pada sistem otot dan rangka adalah normal sehingga dapat mengikuti pelajaran sama dengan anak normal, sedangkan anak tunadaksa yang mengalami kelainan pada sistem cerebral, tingkat kecerdasannya berentang mulai dari tingkat  idiocy  sampai dengan  gifted. Hardman (1990) mengemukakan bahwa 45% anak cerebral palsy mengalami keterbelakangan mental (tunagrahita), 35% mempunyai tingkat kecerdasan normal dan di atas normal.
Sisanya berkecerdasan sedikit di bawah rata-rata. Selanjutnya, P. Seibel (1984:138) mengemukakan bahwa  tidak ditemukan hubungan secara langsung antara tingkat kelainan fisik dengan kecerdasan anak. Artinya,  anak cerebral palsy  yang kelainannya berat, tidak berarti kecerdasannya rendah.

Klasifikasi Tunadaksa

Dilihat dari sistem kelainannya tunadaksa dibagi menjadi 2 kelompok:

1. Kelainan sistem cerebral
2. Kelainan sistem otot dan rangka

Penyandang kelainan pada sistem cerebral, kelainannya terletak pada sistem saraf pusat,  seperti  cerebral palsy  (CP) atau kelumpuhan otak. Cerebral palsy ditandai oleh adanya kelainan gerak, sikap atau bentuk tubuh, gangguan koordinasi, kadang-kadang disertai gangguan psikologis dan sensoris yang disebabkan oleh adanya kerusakan atau kecacatan pada masa perkembangan otak. Soeharso (1982) mendefinisikan cacat  cerebral palsy sebagai  suatu cacat yang terdapat pada fungsi otot dan urat saraf dan penyebabnya terletak dalam otak. Kadang-kadang juga terdapat gangguan pada pancaindra, ingatan, dan psikologis (perasaan).
Copyright 2009 Don't Have a Dis-Ability, But Have a Different-Ability. All rights reserved.
Free WPThemes presented by Leather luggage, Las Vegas Travel coded by EZwpthemes.
Bloggerized by Miss Dothy